Selasa, 22 Desember 2009

Greenpeace

Greenpeace adalah suatu organisasi lingkungan global yang didirikan di Vancouver, British Columbia, Kanada pada 1971. Greenpeace dikenal menggunakan aksi langsung tanpa kekerasan konfrontasi damai dalam melakukan kampanye untuk menghentikan pengujian nuklir angkasa dan bawah tanah, begitu juga dengan kampanye menghentikan penangkapan ikan paus besar-besaran.

Pada tahun-tahun berikutanya, fokus organisasi mengarah ke isu lingkungan lainnya, seperti penggunaan pukat ikan, pemanasan global, dan rekayasa genetika.

Greenpeace mempunyai kantor regional dan nasional pada 41 negara-negara di seluruh dunia, yang semuanya berhubungan dengan pusat Greenpeace Internasional di Amsterdam. Organisasi global ini menerima pendanaan melalui kontribusi langsung dari individu yang diperkirakan mencapai 2,8 juta para pendukung keuangan, dan juga dari dana dari yayasan amal, tetapi tidak menerima pendanaan dari pemerintah atau korporasi.

Pernyataan resmi misi Greanpeace menyebutkan:

Greenpeace adalah organisasi independen yang berkampanye menggunakan konfrontasi kreatif anti kekerasan untuk mengungkap permasalahan lingkungan global, dan untuk memaksa solusi bagi sebuah masa depan yang damai dan hijau. Target Greenpeace adalah untuk memastikan kemampuan bumi untuk kelangsungan hidup bagi semua keanekaragamannya.

Minggu, 08 November 2009

Pemanasan global

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

Global warming mengancam punah nya kehidupan di bumi

Global warming tidak hanya menyebabkan perubahan iklim, tetapi juga mengganggu interaksi seksual di kehidupan liar. Salah satu dampak yang mengkhawatirkan adalah terganggunya perkembangbiakan makhluk hidup karena kenaikan suhu cenderung melahirkan banyak pejantan daripada betina.

Pada kebanyakan hewan melata (reptil), jenis kelamin ditentukan seberapa suhu pengeraman telur setelah dibuahi hingga menetas. Jika suhunya di atas suhu rata-rata, biasa disebut pivotal temperature, hampir pasti akan tumbuh menjadi pejantan. Hal tersebut akan menimbulkan masalah jika tingkat kenaikan suhu melaju lebih cepat daripada kemampuan alam melakukan adaptasi. Jumlah betina akan jauh lebih kecil daripada pejantan.

Ancaman yang sama juga dihadapi kelompok ikan. Penelitian terbaru yang dilakukan Natalia Ospina-Alvarez dan Fransesc Piferrer dari Marine Science Institute di Barcelona, Spanyol, menemukan bahwa 6 genus ikan—dari 20 yang terindikasi—nyata-nyata memiliki jenis kelamin yang ditentukan suhu pengeraman atau biasa disebut TSD (temperature-dependent sex determination). Antara lain, genus Menidia dan Apistogramma.

Hasil penghitungan mereka menunjukkan bahwa kenaikan suhu air sebesar 4 derajat Celcius, yang diprediksi akan terjadi sepanjang abad ini akan menghasilkan rasio pejantan dan betina sebesar 3 berbanding 1. Rasio tersebut sangat berisiko untuk menjamin kelangsungan hidup ikan.
Pada manusia, kenaikan suhu global mungkin tak berpengaruh pada rasio jenis kelamin. Namun, dampaknya tetap mengancam kelangsungan hidupnya di muka Bumi

Sang Maha Guru "BENDAN"

Assalamualaikum :)   Sudah lama yak gak kunjung blog ini huft sibuk sih .... Oke setelah selama sebulan berkutat dengan PEMIRA UGM 2011 ...